Membeli kebijaksanaan

Waktu aku KKN dulu, aku terkagum-kagum dengan seorang teman KKNku, sedesa, serumah. Dia banyak mengingat karakter, bicara bijak, dan kayaknya bisa ngasih solusi dari masalah orang. Saat itu aku masih belum paham, sampe nanya, kapan kamu belajar dan mikirin hal-hal kayak gitu. Sekarang aku tau, intuisinya kuat.

Sebetulnya dibutuhkan gak sih kebijaksanaan itu? Ada orang ngerasa gak butuh jadi bijaksana. Ngapain, yang penting punya bisa selesaiin masalah kerjaan, banyak teman, bisa makan enak, pokoknya hidup enak lebih penting daripada bijaksana.

Tapi hidup enak belum tentu tenteram, saat punya masalah berat bisa aja kebingungan terus nanya sama temen. Kalo temennya suka hura-hura pasti diajakin hura-hura biar refreshing, hidup sudah susah ngapain dibikin susah lagi pake mikir. Tapi teman yang bijak akan mau mendengarkan masalahnya dan kasih solusi. Kadang bisa aja solusi itu terlalu berat dijalani, misalnya puasa Dawud, shalat tahajud sekian roka'at, plus doa yang panjang-panjang. Kalo masih bingung nyari temen yang sarannya lebih enteng. Paling menyedihkan ada temen yang nyaranin ke dukun.

Aku pernah baca ada suatu jimat yang membuat jadi bijaksana dan disegani, jimat ini diganti dengan mahar sekian. Aneh-aneh aja...

Ada orang tidak ingin jadi bijak, dipikirnya bijak itu gak penting. Toh ada tugas masing-masing, ada orang bijak, ada orang jatahnya bersenang-senang.

Menurut Islam, bersenang-senang itu adalah orang yang merugi (QS. Al Ashr). Orang yang masuk surga adalah orang yang saling berpesan tentang kebaikan (QS. Al Balad : 10 - 20).

Sebetulnya semua orang punya potensi untuk jadi bijak, besar jiwanya tidak mudah terbebani mendengar masalah orang lain malah mau kasih solusi. Hanya saja perlu menguatkan insting dengan mengontrol hawa nafsu. Hilangkan ego, kebencian, kikir, keserakahan, dendam, dan yang lain.

Kebijaksanaan tidak bisa dibeli, tapi dipelajari dengan memahami kata-kata orang bijak dan dengan mengontrol hawa nafsu...

Comments