Semakin sederhana hidup kita, semakin mudah masuk surga

Aku gak akan lupa dengan komentar seorang teman yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah saudagar yang kaya raya, memangnya hanya yang miskin yang masuk surga. Ini komentar sekitar empat tahun yang lalu. Aku sempat dijelaskan oleh ustad, bahwa harta milik Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam banyak digunakan untuk syiar Islam dan membantu fakir miskin, bukan untuk foya-foya.

Bila beruntung punya penghasilan besar, prioritas awal adalah untuk keluarga. Karena memberi sedekah pada keluarga pahalanya akan menjadi dobel, pahala sedekah dan pahala silaturahmi.

Bila keluarga sudah tercukupi, disisihkan sebagian untuk membantu yang benar-benar membutuhkan. Memang sebaiknya dicari yang benar-benar sudah berjuang bekerja tapi tetap kekurangan.

Bila seorang direktur, bergaul dengan sesama direktur lain, apa iya bajunya yang murahan. Tentunya kendaraan, baju, sepatu dan lainnya menyesuaikan dengan lingkungannya.

Tapi tidak perlu berlebih, masak harus koleksi mobil mewah sampai lebih dari 10 (ada temenku anak pejabat yang setauku mobil yang diparkir di rumahnya ada 14).

Umar bin Khattab salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah contoh pemimpin yang sangat sederhana, zuhud, sudah tidak tertarik dengan materi duniawi. Sepertinya di Indonesia sudah tidak ada yang bisa bersikap seperti itu.

Seorang pemimpin bertanggungjawab akan kesejahteraan bawahannya. Seorang pemimpin yang adil akan diberi tempat di surga, tapi sebaliknya pemimpin yang zhalim di neraka yang dalam. Mempertanggungjawabkan nasib orang yang dizhalimi.

Harta hasil korupsi akan ditempelkan di tubuhnya dan dibakar bersama-sama di neraka. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan tidak mau menshalatkan seseorang yang terbukti korupsi di jaman beliau dulu.

Manusia dengan kekayaan sedikit akan dihisab terlebih dulu dan singkat. Sedangkan yang kekayaannya banyak akan dihisab belakangan dan lama.

Manusia yang kaya raya dan dermawan itu mulia, sampai-sampai ada sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan iri dengan orang kaya tapi dermawan. Tapi sebetulnya sedekah bukan hanya dilihat dari jumlah uang, tapi keikhlasannya. Biarpun sedikit tapi bila ikhlas, pahalanya lebih banyak daripada sumbangan banyak tapi tidak ikhlas.

Hidup secukupnya, menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi tidak berlebihan, banyak membantu orang lain, itulah ajaran dari Islam. Semua barang yang dimiliki adalah sesuai dengan fungsinya, mobil untuk mengantar anak menuntut ilmu, mencari nafkah halal misalnya, bukan untuk disombongkan.

Semoga kita semua bisa lebih bersikap sederhana, membeli sesuatu karena fungsinya bukan untuk disombongkan. Dan semoga Allah memberi barokah atas semua yang kita miliki...

Comments

  1. memang kalau melihat fakta dulu dengan sekarang sangat ironis mbak,

    contohnya aja, dulu yang miskin itu para pemimpin karena harta dan tenaganya habis buat ngurusin rakyat, sekarang kita yang capek ngurusin pemimpin biar mereka tambah kaya..

    ReplyDelete

Post a Comment