Kenapa hati tidak sinkron dengan logika

Ini salah satu masalahku yang paling berat. Misalnya aku pengen banget bisa rajin shalat tahajud, tapi kenapa berat untuk dilakukan. Kenapa yang lain bisa shalat begitu ringannya. Mendengarkan tafsir Al Misbah di bulan Ramadhan kemarin cukup menenangkanku. Menurut pak Quraish Shihab, banyak jalan menuju ke surga. Ada yang mengabdikan diri untuk anak yatim, ada yang rajin sedekah ikhlas, ada pejabat negara yang jujur, ada tukang becak rajin ibadah, dan sebagainya. Tapi aku tetap mencari cara supaya bisa rutin tahajud, dimulai dengan rakaat yang ringan dulu.

Pembicaraanku dengan seorang teman begini "aku belajar untuk mensucikan hati, mengurangi ketergantungan pada hal duniawi". Dijawab temenku "yah, semua orang beda-beda jalannya". Masalahnya kan jalan kemana, aku jalan menuju ke surga, dan temen-temenku yang lain menuju kemana. Karena di Al Qur'an dinyatakan, bila hati tertaut dengan dunia, maka kebahagiaan dunia yang didapat, dan dia tidak mendapatkan akhirat. Memangnya tidak boleh kalo jadi orang kaya, itu juga pertanyaan dari seorang temenku. Tentu saja jawabannya boleh, tapi hati tetap tertuju pada Allah, dan menggunakan kekayaan untuk berjuang di jalan Allah.

Ada seorang sobat bloggerku yang seperti aku, giat belajar Islam, tapi akhir-akhir ini menutup diri. Bila dikontak tidak ada jawaban. Tidak seperti tulisannya yang menyatakan dia akan menjalin silaturahmi dan akan komentar di postingan yang ada ilmunya. Nyatanya dia sama sekali tidak pernah komentar di tempat lain. Yang agak memprihatinkan adalah postingannya selalu menyatakan dia sedang galau, memangnya tidak boleh, toh banyak orang menggalau akhir-akhir ini, galau sedang jadi trend. Aku sudah sering nulis, bahwa orang beriman hatinya tenang, mendekatkan diri dengan Allah akan memberikan ketentraman jiwa. Ada sobatku yang menulis sedang galau dan menutup kontak, aku bisa apa, ya bisanya mendoakan saja.

Akhirnya aku nemu teman lain yang bisa memberi jawaban pas, sobatku ini sedang tidak sinkron antara hati dan logika. Islam mengajarkan untuk menyambung silaturami, memperkuat ukhuwah, dia milih untuk menyendiri, susah dikontak. Islam mengajarkan untuk sabar, dia menulis tentang kegalauan yang sulit dihalau. Aku sendiri pernah dalam kondisi lebih dari sekedar galau, depresi malah, sama sekali gak bisa mikir. Alhamdulillah masa-masa itu sudah lewat dan aku lebih suka untuk berjuang mensyukuri apa yang kumiliki daripada menggalau yang tidak kumiliki. Tentunya semuanya masih perlu diperjuangkan.

Semoga kita semua bisa menselaraskan antara hati dan logika, sehingga menyatu dalam jiwa. Ya Allah, tunjukilah kami selalu di jalan yang lurus yang Allah ridhoi...

Comments

  1. mbak, bukannya hati yg tidak sinkron dengan logika, tapi lebih tepat jika hati selalu tidak sinkron dengan hawa nafsu.... itu memang cobaan, butuh perjuangan untuk melawan nafsu...

    ReplyDelete
  2. Maksudnya gini, secara teori kita tahu bahwa manusia itu harusnya shalat, puasa dll. Tapi berat melakukan. Akhirnya milih sekalian aja gak ngelakuin, ah, shalatnya besok kalo hatinya udah nyampe. Nundaaaa terus.

    Paling memprihatinkan kalo akhirnya jadi tidak merasa bersalah, wah, hidup dibikin enak aja. Biasanya pake pembenaran, shalat gak bikin orang jadi kaya, sekarang prioritas cari uang dulu. Atau gini yang penting nyenengin hati dulu.

    Soal hawa nafsu lain lagi. Pengen maksiat padahal tau itu gak boleh. Akhirnya pake pembenaran, dikit2 gpp akhirnya kejeblos.

    Terus terang kalo saya dulu ngikutin naluri yang kuat banget, tanpa iman, naluri cenderung menjerumuskan...Maksudnya gini, secara teori kita tahu bahwa manusia itu harusnya shalat, puasa dll. Tapi berat melakukan. Akhirnya milih sekalian aja gak ngelakuin, ah, shalatnya besok kalo hatinya udah nyampe. Nundaaaa terus.

    Paling memprihatinkan kalo akhirnya jadi tidak merasa bersalah, wah, hidup dibikin enak aja. Biasanya pake pembenaran, shalat gak bikin orang jadi kaya, sekarang prioritas cari uang dulu. Atau gini yang penting nyenengin hati dulu.

    Soal hawa nafsu lain lagi. Pengen maksiat padahal tau itu gak boleh. Akhirnya pake pembenaran, dikit2 gpp akhirnya kejeblos.

    Terus terang kalo saya dulu ngikutin naluri yang kuat banget, tanpa iman, naluri cenderung menjerumuskan...

    ReplyDelete

Post a Comment