Terenyuh

Terus terang aku merasa terenyuh dengan komentar dari pendapat tentang jilbab di blog ini. Dimulai dari e-mail seorang wanita yang menyatakan kegelisahannya saat berhadapan dengan sekelompok orang yang berpendapat orang tanpa jilbab masuk neraka. Wanita ini sedang berjuang menjadi wanita yang baik, menjaga diri untuk bersikap sopan, ramah, menjaga diri. Kesannya kok Islam bikin illfeel gitu, orang pake jilbab bebas mengatakan aku sudah pake jilbab masuk surga, dan yang tidak pake jilbab masuk neraka. Ada sebagian merasa tidak nyaman atas tatapan merendahkan orang menggunakan jilbab pada yang belum. Tapi banyak yang tidak peduli dengan semua pendapat itu, karena memang merasa nyaman tanpa jilbab, berkeliaran tanpa jilbab di Indonesia aman kok.

Seorang mukmin yang baik tentunya berusaha untuk menghindari 'ujub. Beranggapan amalannya sudah banyak, penampilannya sudah syar'i, dan tega beranggapan orang lain lebih buruk darinya. Aku cuman bisa bilang ini saja, jadi walau bajunya tertutup rapat bahan tebal sangat longgar, hindari dirinya sudah suci berhak masuk surga dan orang lain masuk neraka. Menyayangi orang lain walau berbeda pendapat itu penting. Tersenyum itu ibadah, jadi tetaplah tersenyum dan berusaha membuat orang lain nyaman berdekatan dengannya. Saat diri merasa sombong dan membuat orang lain sakit hati, pahalanya atas shalat, puasa, zakat akan diberikan pada orang yang disakiti hatinya. Berhati-hati bersikap dan berusaha merendahkan diri agar pahala kita tidak berkurang karena akhlak yang kurang baik.

Niat yang baik dengan cara yang baik, Insya Allah akan dimudahkan Allah semuanya. Mendapat pekerjaan yang sesuai, mendapat suami yang sholeh, jadi tentunya Islam itu tidak hanya masalah penampilan, tapi juga masalah pemahaman. Hapal konteks secara tekstual tentang Islam begitu banyak, tapi bila belum sanggup merendahkan diri selain di hadapan Allah juga di hadapan manusia yang lain, berarti belum paham seutuhnya.

Memang tidak mudah untuk merendahkan hati. Ada kecenderungan manusia ingin diakui, entah dibilang cantik, pintar, atau berkedudukan. Hanya orang-orang pilihan yang selalu berusaha merendahkan diri.

Jilbab sendiri bisa berbeda-beda pendapatnya. Ada yang bilang mesti pake cadar, ada yang bilang tidak usah pake cadar gak papa asal kerudung panjang menutupi dada. tapi di tempat kerjaku membolehkan menggunakan kerudung pendek adal bajunya tidak tebal dan tipis, juga membolehkan menggunakan celana panjang.

Aku setuju dengan aturan baju muslimah di sekolahku, boleh menggunakan kerudung pendek dan celana panjang. Semua guru sepakat, tapi lalu saat aku mengungkapkan pendapatku nulis blog, waah... ramainya saling komentar tentang perintah menggunakan jilbab. Sambil menunjukkan dalil-dalilnya semua di komentar postingan di blogku. Islam bukan sekedar dalil tapi pemahaman. Ilmu Allah akan turun pada yang hatinya bersih dan selalu merendahkan diri pada Allah.

Kita semua sebaiknya belajar tentang Islam dan memperbaiki diri. Yang merugi adalah yang tidak mau memperbaiki diri, itu saja deh pendapatku...


Terlalu kecil ya, ini aku besarkan

Anonymous said...


Jilbab itu budaya Arab. Tidak ada dalam Quran yang menjelaskan bahwa kepala wanita harus ditutup. Pada jaman Rasulullah, jilbab dipakai karena budaya mereka seperti itu. Hanya saja, mereka memakainya tidak benar karena dada kelihatan terbuka. Sehingga muncullah ayat-ayat yang menyuruh agar mereka MENGULURKAN JILBAB mereka ke atas dada mereka. Intisari dari pernyataan Quran yang ditafsirkan oleh Quraish Shihab adalah berpakaian secara sopan, tidak harus menutup kepala. Untuk apa menutup kepala tapi baju dan celananya ketat? sama saja menutup kepala tapi dadanya terbuka. Lebih parah lagi, pakai kepalanya dijilbabi,tapi hatinya tidak. Yang penting bukan apa yang ada di luar kepala, melainkan apa yang ada di dalam kepala.


July 25, 2012 8:42 AM
Anonymous said...


Saya sudah mengalami berbagai hal saat saya berhijab. Komunitas orang berhijab tidak lebih baik daripada mereka yang tidak berhijab. Bayangkan, mereka hanya mau memberi salam kepada orang2 yang berhijab saja. Apakah ini disebut Islam? Dan saya banyak didekati oleh orang2 berjenggot yang bercelana cingkrang yang jauh dari harapan saya. Mengapa kita tidak memikirkan lebih jauh tentang masalah iptek daripada sekedar jilbab? Islam banyak memiliki cendikiawan masa lalu. Hanya setelah masa jenghis Khan datang yang diakhiri dengan tumbangnya kekhalifahan di Turki maka jaman keemasan cendekiawan Islam mulai luntur, dan umat Islam lebih suka meratapi dengan hal-hal yang tidak rasional termasuk urusan hijab pro dan kontra daripada mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.


July 25, 2012 8:50 AM

Comments

  1. Wah, kalau urusan hijab aku tidak terlalu tahu banyak. Tapi sebelumnya memang perlu dibedakan antara jilbab dan hijab. Yg terpenting adalah orang berhijab, menyembunyikan aurat. Terserah mau berjilbab atau tidak.

    Selain itu, dari tulisan ini juga perlu dibedakan antara rendah hati dan rendah diri. Dihadapan Alloh, mutlak kita berendah hati dan rendah diri. Tapi di hadapan manusia, cukup berendah hati saja. Boleh dicek di pelajaran Bahasa Indonesia hehehe. Lebih dari itu, dalam bicara tentang masalah hukum (fiqih) dan penarikan hukum (ushul fiqh) memang sangat sensitif, tak hanya dalil, tapi juga logika serta konteks sejarah dan budaya. Karena itu, untuk bagian ini aku sependapat.
    Berawal dari situ, aku juga sepakat dg pentingnya pemahaman. Karena aku sepakat, maka aku tak menyalahkan pendapat yg (mungkin) salah. Artinya, yg berpendapat keras soal surga neraka, mungkin saja pemahamannya salah. Tapi buatku juga bukan untuk disalahkan. Ada pemahaman yg salah, tapi tak seharusnya ada pemahaman yg disalahkan. Dalam Islam, kewajiban menjalankan hukum itu dilandasi faham. Kalau orang tidak faham, maka Islam tidak menilainya salah. Ini berarti orang masuk dalam kewajiban yg lain yaitu membuat dirinya paham. Dengan kata lain, Islam mewajibkan umatnya untuk terus belajar. Menjadikan paham ini bukan cuma kewajiban bagi yg tidak paham, tapi juga kewajiban bagi umat Islam yg paham untuk membuat saudaranya yg tdk paham menjadi paham. Artinya, membuat orang lain paham lebih utama daripada menyalahkan pemahamannya. Ingatkan dan ajak dg kata-kata yg baik. Jika mereka berkata2 dg kurang baik, anggap itu karena dilandasi pemahaman tertentu. Kita tak perlu membalas dg kata-kata tak baik pula. Kita yg lebih paham akan turun nilainya jika bersikap sama dg mereka yg tidak paham.
    Demikian kira-kira. Mudah-mudahan bermanfaat.

    Salam

    @rudicahyo

    ReplyDelete
  2. bukankah,

    hijab: pembatas diri antara ikhwan dan akhwat (masa kini) dan di masa rasulullah, hanya istri2 beliau saja yang diwajibkan berhijab (dalam konteks ini memakai cadar). tetapi hijab dalam konteks masa kini adalah sekat/jarak di mana laki2 dan perempuan berbicara.

    iya bkn ya mbak?

    ReplyDelete
  3. @rudicahyo, kata rendah diri dan merendahkan diri bisa berbeda. orang percaya diripun kalo ketemu atasan akan merendahkan diri, itu contohnya.

    Tidak hanya kontekstual, Islam memang pemahaman. Islam mengajarkan kedamaian, toleransi, membantu siapapun yang membutuhkan (dimulai dari yang dekat mesti sudah tercukupi), dan tentunya melakukan ibadah yang wajib dan sunnah.

    Orang yang paham Islam akan kelihatan damai, tenang, bahagia, ridho terhadap takdir, optimis. karena sadar hidup hanya sesaat dan walau ikhtiar sungguh-sungguh untuk mencapai harapan, bukanlah tujuan utama hidup. Tujuan hidup adalah akhirat, tapi bila tujuan akhirat dijalani dengan benar, kehidupan di dunia akan menjadi mudah. Dimudahkan oleh Allah...

    ReplyDelete
  4. @Rakyan. Orang yang berusaha bersosialisasi dengan baik, akan sangat menghargai budaya dan kondisi di Indonesia. Dengan mudah diterima di semua kalangan, membuat orang lain senang dengan kehadirannya.

    Masalah pemahaman jilbab itu wajib, sunnah muakkad, tradisi ataupun harusnya semua muslimah menggunakan, bisa berbeda-beda. Ada faktor gurunya, lingkungan, proses pemahaman Islam.

    Menurutku semuanya sah sah saja, asal tidak sombong, bukan karena terintimidasi, menutup diri dari lingkungan. Tidak mau berkenalan dengan tetangga, tidak mau menghargai yang belum pakai jilbab.

    Rasanya kalo ada yang fanatik, di rumah terus, bahkan ada yang dipoligami tidak mau bersosialisasi dengan tetangga alasannya tercemarlah, diajak ghibahlah, kok seperti hidup dalam harem saja. Punya kerajaan kecil sendiri dan dibatasi dengan dunia luar. kelompok fanatik itulah yang terus berusaha mencari penganut. dan kadang anggota baru sampai tega memutus hubungan dengan orang tuanya saking pengennya masuk surga dengan versi kelompok fanatik ini. Kadang kayak hipnotis saja sampai suka diajarkan "uang selain kelompok ini halal boleh dicuri untuk keperluan kelompok". Sudah taraf pendzaliman. Apa yakin bisa masuk surga kalo kelompok bermental maling dan memutus silaturahmi dengan orang tua?

    ReplyDelete

Post a Comment