Masalah hati nurani

Ada pertanyaan lewat e-mail, tanya dia muallaf dan minta bantuan 15 juta terlibat utang. Aku sarankan mengikuti petunjuk lewat buku ustad Yusuf Mansyur. Katanya sudah, yah, aku hanya bisa kasih saran itu sambil mengatakan goodluck.

Langkah sekecil apapun untuk mendekatkan diri pada Allah, maka hidup kita akan dimudahkan. Wanita ini tidak mencoba melanjutkan ngobrol denganku soal kegelisahannya. Biasanya pertanyaan dilanjutkan dengan diskusi. Karena perubahan juga butuh proses dan dukungan, yang patah arang akhirnya percuma juga, tidak ada perbaikan.

Ada juga yang nanya ke aku, kenapa aku bisa berpendapat belum tentu yang pakai kerudung masuk surga duluan dibanding yang enggak pakai. Itu kan panjang penjelasannya. Aku pernah ada contoh mertua kakakku yang jarang menggunakan kerudung tapi meninggal di Mekah saat naik haji, dan saat itu tentunya selalu menggunakan jilbab. Hati yang baik, walau jarang menggunakan jilbab,  suka menolong orang lain secara tulus (pada awalnya) ternyata dimudahkan untuk meninggal dunia dengan aurat tertutup dan menggunakan jilbab.

Mendekatkan diri pada Allah itu butuh proses. Ada yang tidak pakai jilbab beralasan hatinya dulu dijilbabi, masalahnya dia konsisten enggak dengan niatnya, atau hanya sekedar alasan saja. Ada yang pakai jilbab hanya sekedar fashion, malah tambah konsumtif, belum tentu jilbabnya membawanya mendekatkan diri pada Allah.

Bila belum pakai jilbab dan beralasan menjilbabi hatinya dan konsisten, tentunya dia melakukan perbaikan untuk mendekatkan diri pada Allah.

Jadi aku cenderung menghargai orang yang memahami nilai-nilai agama dan berusaha menerapkan secara konsisten. Dari titik belum menggunakan jilbab, atau menggunakan jilbab dan juga berusaha mendekatkan diri pada Allah. Aku rasa gak cuman aku saja, banyak orang yang open mind masih bisa bersahabat dengan yang tidak berjilbab tanpa menghakimi yang gak pake jilbab masuk neraka.

Aku ingat pak Munichi pernah menyatakan bahwa surga neraka ibarat iming-iming permen untuk anak kecil. Setelah remaja, melakukan perbuatan karena ingin mendapat pahala. Tapi yang dewasa melakukan ibadah karena ingin menggapai ridho Allah.

Bahkan orang jahatpun tahu ada surga neraka. Ada laki-laki berumur fifty something keturunan Eropa tinggal di Kanada menyatakan cinta sama aku, ingin aku pindah hidup sama dia tapi dia tidak percaya surga dan neraka. Alasannya tidak ada ilmu pengetahuan yang menyatakan surga dan neraka itu ada. Orang beragama Islam, apapun alasannya dengan rukun Islam dan rukun Iman bila tidak percaya surga dan neraka berarti kafir. Hanya kita tidak boleh serta merta mengatakan dia kafir, diperhalus dengan istilah Islam KTP. Mengkafirkan orang hanya akan membuat kita menjadi lebih kafir, karena kita tidak boleh menghakimi.

Banyak orang Islam (bahkan non muslim) yang percaya surga dan neraka itu ada. Tapi tidak mau menggapainya, yah sekedar tau tapi tidak mau belajar dan mempraktekkan. Pernah aku dirayu sama seseorang dia bilang begini, ngapain aku belajar Islam kalo para kyai malah ngaco, istrinya 7, sibuk memperkaya diri. Dia seumuranku, forty something. Aku jawab lah, kamu melihat dari sisi negatif, kyai dan ustad yang ngaco ada, tapi yang lurus banyak. Harusnya mengikuti yang lurus bukan malah beranggapan belajar Islam tambah rusak. Dia bilang lagi yuk mesra-mesraan dimana, aku ketawa, enggak ah. Komentar lagi, tambah belajar Islam kamu tambah sombong. Dia temenku ini percaya surga dan neraka, tapi tidak tertarik belajar untuk mencapainya.

Lalu ada yang percaya surga neraka lalu ingin mendapat pahala, sekali-sekali. Yang tidak belajar Islam tidak akan pernah peduli, bahwa menyombongkan perbuatan baik (menunjukkan perbuatan baik di tempat umum boleh, tapi niat supaya dipuji itulah sombong) atau mengungkit perbuatannya hanya akan membuat pahala dari perbuatan baiknya hangus.

Kedewasaan dalam beragama adalah bila melakukan karena untuk menggapai ridho Allah. Karena kita ingin mendekatkan diri pada Allah, maka kita akan menjaga betul kejujuran, keikhlasan dari perbuatan kita, mempelajari Islam, dan intropeksi diri. Allah juga akan menjaga hati kita untuk tidak melakukan hal yang melanggar Islam.

Soal cadar, celana congklang, jenggot, hanya sarana karena menunjukkan niat mendekatkan diri pada Allah. Tapi akhirnya semua berpulang pada yang diyakini. Aku belajar dari guru yang kental Muhammadiyah, dan menurut beliau ada hal lebih utama dilakukan daripada memikirkan celana congklang. Karena timbangan pahala terberat adalah mengorbankan diri demi kebahagiaan orang lain. Di Muhammadiyah, walau kata orang ibadahnya minimalis, itu aja masih banyak amalan sunnah. Tidak hanya sholat 5 waktu, ditambah sholat sunat, mengusahakan berjamaah, sholat Dhuha, sholat tahajud, dan lainnya. Ada prioritas apa itu wajib, sunnah mendekati wajib, atau sunnah yang bila orang lain melakukan kita tidak perlu melakukan, dan sunnah yang lain.

Yang dimaksud membersihkan hati juga bisa rancu. Ada yang beranggapan bahwa sibuk beribadah tidak terlibat masalah duniawi itu adalah membersihkan hati. Tapi menurut pendapatku bila berhadapan dengan masalah duniawi dan kita masih bisa mengatasinya, berusaha memperbaiki lingkungan itu lebih berat. Dan berkali-kali aku menuliskan bahwa amalan paling dicintai Allah adalah berusaha membahagiakan orang lain secara ikhlas.

Pendapatku soal Front Pembela Islam yang merazia minuman keras dan maksiat menjelang Ramadhan, itu maksud baik tapi cara keliru bila sudah menghancurkan. Bila memang ingin menggapai ridho Allah cara menghancurkan dihindari. Nafsu ingin menghancurkan memang ada pada di diri manusia (termasuk aku juga, pengen ngebom sebuah rumah di Bogor, wkwkwkwk) tapi malah jadinya membuat Islam seakan-akan mengajarkan kekerasan. Padahal Islam itu mengajarkan agar berdakwah dengan kelembutan dan kebijaksanaan.

Tulisan cukup panjang menjelang Ramadhan, pemahaman tentang Islam dari proses kehidupan selama ini. Bila ada kritik dan saran silakan. Tapi aku gak akan meloloskan komentar "menampilkan wajah wanita itu fitnah, akan masuk neraka" atau "yang menggunakan jilbab tidak syar'i masuk neraka sambil dilampiri dalil-dalil". Masalah penampilan itu pilihan hidup dan kenyamanan masing-masing. Bagaimana kita berfokus pada hati nurani, tergerak untuk menolong membahagiakan orang lain, untuk tulisan kali ini. Terima kasih...

Comments

  1. hati nurani adalah yang paling jujur..namun tergantung pada siapa kejujuran itu disandarkan..apakah pada Tuhan atau pada Iblis jahanam....salam :-)

    ReplyDelete
  2. @Hariyanto, yah, bukan disandarkan, tapi banyak kasus ketutup. Jadi gelap au ah... gak tertarik pada Islam dan dan kebenarannya

    ReplyDelete
  3. Nitip salam aja kepada Nurani moga baik dan sehat selalu ya!

    ReplyDelete
  4. Benar, yang tepenting adalah hati nurani, akhlak yang karimah ya, Mba. . .

    ReplyDelete
  5. Oiya, selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan, Mba.
    Mohon maaf lahir dan bathin. . . :)

    ReplyDelete
  6. berbuat baik karena Allah modal pertama masuk surga

    ReplyDelete
  7. Bisa saja iblis itu menyelinap ke dalam atau menjelma menjadi ide-ide yang sangat kita cintai. Iya, bisa saja. Susah kalau sudah begini, bagaimanapun pasti berat melihat diri sendiri sebagai musuh yang harus diperangi. Salam Bu :)

    ReplyDelete

Post a Comment